Inilah 2 Biang Kedali Penyebab Anjloknya Elektabilitas Anies Baswedan

Anies Baswedan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis analisis penurunan kemungkinan terpilihnya calon presiden dari Aliansi Perubahan Persatuan Anies Baswedan. Analisis berbasis studi di lakukan oleh Prof. Dr. Saiful Mujani yang di hadirkan dalam episode “Bedah Politik Bersama Saiful Mujani” bertajuk “Mengapa Elektabilitas Anies Menurun?” Kamis (6/8/2023).

Saiful menjelaskan, Anies merupakan fenomena politik baru. Menurutnya, Anies mampu masuk ke kancah politik yang lebih tinggi dan menjadi presiden meski bukan dari elite partai, bahkan bukan anggota partai.

Meski Anies bukan anggota partai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berhasil menggaet partai politik untuk mencalonkannya. Artinya, Anies memiliki nilai politik yang sangat besar, setidaknya bagi partai politik yang mendukungnya, maupun di mata publik.

Saiful mengaku memiliki pandangan sekitar dua atau tiga tahun lalu Anies akan menjadi penantang calon seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Prabowo mencalonkan diri tiga kali dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Ganjar telah lama berkarier di partai politik, pernah menjadi Anggota DPR dan kini menjadi Gubernur.

Karena wajar jika keduanya kini bersaing di pemilihan presiden. Sedangkan Anies menarik karena memiliki perjalanan politik yang berbeda.

Saiful melihat banyak orang yang memberi harapan pada Anies. Apalagi, seperti dalam slogan politiknya, Anies ingin melakukan perubahan atau perbaikan politik Indonesia. Karena wajar jika ada yang memberi harapan pada Anies.

Tapi kenapa dukungan rakyat terhadap Anies tidak berkembang, malah cenderung melemah? Saiful menunjukkan, pada Desember 2022, perolehan suara Anies sebesar 28,1%. Suaranya senada dengan Prabowo.

Saat itu perolehan suara Anies naik dari 23,5% pada Mei 2021 menjadi 28,1% pada Desember 2022. Semoga Anies semakin kompetitif menuju 2023.

Namun memasuki tahun 2023 hingga jajak pendapat terakhir pada awal Mei 2023, kelayakan Anies untuk ikut pemilu turun drastis dari 28,1% pada Desember 2022 menjadi 19,7% pada awal Mei 2023. Penurunan Anies sekitar 8,4%.

Sejalan dengan penurunan seleksi, tingkat suka atau tidak suka secara umum terhadap Anies juga akan menurun memasuki tahun 2023. Pada Desember 2022, Likes untuk Anies mencapai 78% hingga 70% pada jajak pendapat 30 April-7 Mei 2023.

Pertanyaannya, mengapa preferensi elektoral Anies menurun? Ada dua aspek yang di kaji dalam penelitian ini. Pertama, aspek ideologis. Aspek ini berlaku dalam jangka panjang.

Dalam konteks Indonesia, ideologi yang di maksud adalah kecenderungan politik Islam, politik nasional atau yang menekankan Pancasila. Islam dan Pancasila tentu bisa berjalan beriringan, tegas Saif. Tetapi Islam dan Pancasila dapat di lihat sebagai spektrum ideologi umum.

Dalam penelitian ini di gunakan skala dari 0 sampai 10, di mana 0 ideal untuk politik kebangsaan atau pancasila dan 10 ideal untuk politik Islam. Yang pertama adalah evaluasi diri, sikap warga negara dalam konteks Islam dan Pancasila. Kedua, hadirin di minta menilai posisi ideologis ketiga calon presiden: Anies , Ganjar, dan Prabowo.

Pendekatan kedua adalah tentang persepsi ekonomi. Pendekatan ini bersifat jangka pendek karena dapat berubah dalam waktu yang lebih singkat tergantung pada perubahan kondisi ekonomi.

Apakah persepsi positif ekonomi berdampak positif pada kandidat tertentu atau berdampak negatif pada mereka? Kemudian tentang penilaian kinerja Presiden Jokowi. Jika persepsi kondisi ekonomi positif, besar kemungkinan penonton juga akan cenderung puas dengan kinerja Jokowi. Bagaimana hubungan antara persepsi ekonomi dan kepuasan publik dengan kinerja Jokowi dan elektabilitas ketiga capres tersebut?

Ideologi dan ekonomi
Secara ideologis, pada skala 0-10, penonton Indonesia yang sama rata-rata mencapai 4,75. Berdasarkan data tersebut, Saiful menilai masyarakat lebih mengidentifikasi diri dengan ideologi Pancasila.

Pendiri Pusat Kajian dan Kajian Islam ini menjelaskan, “Perasaan ideologis pemilih Indonesia adalah mereka lebih condong ke Pancasila dan bukan politik Islam… Jadi jika masyarakat Indonesia bertanya kepada mereka apa ideologi mereka? Ideologi mereka adalah Pancasila moderat. .”

Sedangkan menurut penilaian keseluruhan, dalam spektrum Pancasila dan ideologi Islam, Anies mendapat nilai 5,41. Ganjar di nilai rata-rata 4,72. Angka tersebut, menurut Saiful, sangat dekat dengan posisi ideologi umum masyarakat Indonesia sekitar 4,75. “Ideologi Ganjar adalah ideologi bangsa Indonesia,” kata Saiful.

Nilai rata-rata keseluruhan untuk ideologi Prabowo adalah sekitar 4,61. Saiful menjelaskan, menurut hadirin, sikap ideologis Prabowo lebih dari Pancasila di banding Ganjar.

Saiful mengatakan, hal itu bisa terjadi karena penonton melihat langsung sosok Gangar yang merupakan menantu Kiai dan istrinya, Santri. Sedangkan Prabowo tidak memiliki latar belakang keluarga yang dekat dengan kelompok Islam.

Bagaimana hubungan antara posisi ideologis tokoh-tokoh tersebut dengan pemilih secara umum? Siapa yang paling dekat dengan tempat pemungutan suara? Dalam analisis statistik, menurut pemilih, posisi ideologis Ganjar lebih dekat dengan posisi ideologis pemilih secara umum di banding Anies dan Prabowo.

Selisih posisi ideologi pemilih dengan Ganjar sekitar 0,03, Prabowo 0,14 dan Anies 0,66. Posisi ideologis pemilih tidak jauh berbeda dengan Ganjar dan Prabowo, sedangkan situasi dengan Anies sangat berbeda.

Secara umum, lanjut Saiful, Anies di nilai pemilih kita lebih Islami. Sedangkan pemilih pada umumnya kurang condong ke politik Islamis dan lebih condong ke Pancasila.

Penulis “Muslim Demokrat” itu “inilah salah satu faktor yang mempersulit perkembangan elektoral Anies.”

Saiful menjelaskan, dalam politik praktis, untuk meraih dukungan rakyat, seorang politisi perlu di selaraskan dengan sikap umum pemilih. Oleh karena itu, kata Saiful, untuk memperbesar peluang terpilihnya, Anies perlu menjelaskan kepada publik bahwa ideologinya tidak berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Sementara dari sisi persepsi terhadap kondisi perekonomian, penilaian positif masyarakat terhadap kondisi perekonomian nasional telah kembali seperti sebelum pandemi Covid-19. Dalam skala 0 hingga 100, indeks kondisi ekonomi naik dari 48 pada Oktober 2020 menjadi 65,8 pada awal Mei 2023.

Sementara itu, kinerja Presiden Jokowi di yakini terus meningkat dari waktu ke waktu. Dari skala 0 hingga 100, Indeks Kinerja Presiden naik dari 50 pada jajak pendapat Oktober 2015 menjadi 67,2 pada awal Mei 2023. Kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi semakin positif dalam enam bulan terakhir.

Analisis statistik menemukan bahwa ada hubungan positif (r = + 0,259) antara kelayakan Anies Baswedan dengan penilaian positif masyarakat terhadap kondisi ekonomi sebelum tahun 2023. Sebelum tahun 2023, penilaian positif masyarakat terhadap kondisi ekonomi dapat meningkatkan dukungan terhadap Anies. Namun, hal tersebut bervariasi setelah memasuki tahun 2023. Hubungan antara persepsi positif terhadap ekonomi dengan selectability Anies menjadi negatif (r = -0,757).

Saiful mengatakan, “Meningkatnya pandangan positif warga terhadap situasi ekonomi menyebabkan penurunan pemilihan Anies.”

Hal yang sama juga terjadi pada hubungan antara pemilihan Anies dan tingkat kepuasan umum terhadap kinerja Jokowi. Sebelum tahun 2023, hubungan kedua variabel tersebut lemah atau hampir tidak berhubungan (r = + 0,156).

Namun memasuki tahun 2023 sejauh ini, terdapat hubungan yang sangat negatif antara elektabilitas Anies dengan tingkat kepuasan umum terhadap kinerja Jokowi (r = -0,984). Semakin tinggi tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi, semakin lemah dukungan rakyat terhadap Anies.

Elektabilitas Anies, menurut Saiful, melemah karena dalam enam bulan terakhir terjadi peningkatan kepuasan secara umum terhadap kinerja Jokowi, sekitar 80% bahkan 82%, sedangkan pada 2022 sekitar 70%.

Guru besar ilmu politik UIN Jakarta itu menyimpulkan, “Penilaian positif terhadap kinerja Jokowi berdampak negatif terhadap elektabilitas Anies. Oleh karena itu, posisi Anies dalam kasus ini salah karena tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi meningkat.”

Selain itu, tambah Saiful, dalam enam bulan terakhir, kampanye perubahan semakin gencar. Kubu Anies tampaknya lebih berkonflik dengan pemerintah.

NasDem, misalnya, sebagai partai yang mendukung Anies tampaknya semakin menjauh dari pemerintah. Semua itu bisa menimbulkan persepsi di mata publik bahwa Anies tidak benar-benar berpihak pada pemerintah. Sedangkan pemilih umumnya positif atau berpihak pada pemerintah.

Dia menyimpulkan bahwa “situasi politik dan ekonominya (Anies ) tidak cocok untuk memenangkan suara para pemilih.”

 

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *